|
Rofiq, saat pameran di PPEI (Pameran Produk Ekspor Indonesia) 2005-Kemayoran Jakarta |
Terpicu
tayangan Ipin dan Upin, profesi animator menadah rezeki berlimpah. Tak
cuma datang dari televisi lokal yang mulai mau menayangkan film
animasi lokal, tapi juga dari perusahaan film serta proyek outsourcing
dari luar negeri.
Seekor kunang-kunang terbang mendekati anak
kecil bersarung. Kabayan, nama anak tersebut, berkata kepada
kunang-kunang. “Waduh, aku capek sekali Lip Lap, bagaimana ini?” ujar
Kabayan. Melihat cucuran keringat Kabayan, Lip Lap pun memberi semangat
sambil terbang memutari kepala Kabayan.
Bagi para penggemar film
animasi, adegan tersebut pasti tak asing. Betul, itu adalah salah satu
cuplikan episode "Kabayan dan Lip Lap" yang sempat diputar di beberapa
stasiun teve lokal, Indosiar dan Global TV.
Sayang, pamor film
animasi yang 100% bikinan para animator lokal ini kurang moncer. Kalah
jauh dengan pamor film animasi karya negeri jiran, Malaysia, yakni si
kembar Ipin dan Upin.
Meski belum banyak film animasi lokal yang
beken, toh, banyak animator lokal yang bilang bahwa bisnis animasi di
Indonesia mulai menunjukkan gairah perkembangannya. “Serial teve animasi
lokal sedang booming, terdorong Ipin dan Upin,” ujar Ahmad Rofiq,
seorang pembuat animasi sekaligus pemilik K-Deep Animation.
Menggarap film, klip video, sampai iklan
Dibilang
booming, sih, belum, namun pamor profesi pembuat animasi alias animator
ikut terangkat. Banyak anim`tor baru lantas bermunculan. Salah satunya
Ahmad Rofiq. Pria asal Malang ini mengaku baru menggeluti profesi
sebagai animator sejak 2008 silam. Meski belum lama berkecimpung di
bisnis ini, Rofiq, sapaan akrabnya, kini mengantongi Rp 40 juta saban
bulan dari pemutaran serial televisi animasi Catatan Dian di stasiun
televisi Spacetoon.
Itu belum seberapa, Rofiq menghitung, jika
Catatan Dian jadi mengudara di Global TV beberapa bulan mendatang,
penghasilannya bakal lebih berlipat. Rofiq menyebut, duit yang masuk ke
kantongnya diperoleh dari hasil iklan dan sponsorship serial animasi
Catatan Dian.
Ada juga Daniel Arief Budiman. Lewat bendera usaha
Geppetto Animation Studio, Daniel meraup rezeki dari animasi di
televisi. Salah satu karya Geppetto adalah videoklip band Samsons
bertajuk Hey Gadis. Harga klip berdurasi lima menit itu dia banderol Rp
100 juta.
Selain klip video, Geppetto juga memproduksi animasi
untuk berbagai film Indonesia yang di dalamnya mengandung animasi.
Misalnya saja film bertitel Madame X yang disutradarai oleh Nia Dinata.
Layar televisi juga dimanfaatkan Geppetto untuk membesut iklan
komersial, semisal Semen Gresik, Sari Ayu, Sharp Plasmacluster, dan
sebagainya yang juga mengandung animasi. “Jadi, profesi animator sangat
menjanjikan karena bisa menghasilkan beragam output produk," tandas
Daniel.
Pandangan serupa juga meluncur dari Ardian Elkana,
pemilik Castle Production. Castle adalah perusahaan animasi lokal yang
bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan (Kemdag) memproduksi serial
animasi Kabayan dan Lip Lap. Meski enggan menyebut keuntungan yang dia
peroleh secara mendetail, Ardian yakin bahwa animasi merupakan bisnis
kreatif yang mampu menghasilkan nafkah gendut.
Mengutip data dari
situs http://www.salary.com, penghasilan rata-rata animator di New
York, Amerika Serikat, mencapai US$ 55.270 per tahun atau setara dengan
Rp 495 juta. Ardian yang pernah bekerja di Amerika Serikat selama tujuh
tahun bilang, animator yang baru lulus saja bisa bergaji
US$ 20 per jam.
Asyiknya
lagi, animasi juga merupakan industri yang borderless alias tanpa
batas. Alhasil, animator bisa menggarap pasar lokal dan pasar
mancanegara sekaligus. Ini penting dilakoni untuk jika ingin mendapat
pemasukan nan mumpuni.
Tengok saja, saat ini sebagian besar
pemasukan Castle (70%) berasal dari proyek-proydk di luar negeri.
Sederet proyek luar negeri yang pernah digarap Castle, antara lain Dino
Tale, Kingkong, Carlos Caterpillar, dan masih banyak lagi. “Inilah
enaknya animator, bisa ikut menggarap proyek animasi luar negeri,”
ujarnya.
Tarif Animasi
Pesatnya industri
animasi di Negeri Uwak Sam kerap membutuhkan bala bantuan tenaga
animator di luar Amerika. Apalagi, upah animator Asia, termasuk
Indonesia, jauh lebih murah ketimbang sejawatnya di AS.
Jelasnya
begini. Ardian bilang harga proyek animasi dengan standar teknologi
tercanggih di kawasan Asia semisal Taiwan dan Korea dibagi ke dalam
beberapa tingkat. Kelas A, misalnya, dipatok tarif US$ 150.000-US$
300.000. Kelas B US$ 50.000–US$ 75.000 dan kelas C mulai dari US$
25.000. “Tarif animasi lokal bisa sepersepuluh tarif luar negeri,”
ungkap dia.
Oh, iya, tarif tersebut dipatok untuk satu episode
serial televisi dengan durasi tayang sekitar 15 hingga 30 menit. Catatan
saja, tiap episode membutuhkan kerjasama 25 animator, tergantung
tahapan pengerjaan. Pada tahap awal, tenaga animator yang dibutuhkan
semakin banyak lantaran harus membangun modelling atau karakter.
Nah,
agar order pembuatan animasi dari luar negeri lancar, Ardian
menyarankan agar animator rajin memajang karyanya di internet sebagai
portofolio. Ardian sendiri mengakt kemajuan dunia maya sangat
membantunya mengembangkan pasar hingga ke luar negeri.
Namun,
bila ikut menggarap proyek luar negeri yang biasa disebut proyek
outsource, animator harus rela namanya tidak tercantum di credit title.
Maklum,
proyek outsource sering disebut sebagai tukang jahit lantaran hanya
membikin sesuai dengan pesanan saja pada bagian tertentu dalam film.
“Tapi risiko yang ditanggung animator lebih minim di proyek pesanan
dibandingkan dengan proyek full. Duitnya juga besar,” ujar Ardian.
Lihat
saja biaya produksi film Amerika berjudul Avatar. Kantor berita
Bloomberg mencatat, film animasi itu disebut-sebut menghabiskan biaya
produksi mencapai US$ 200 juta lantaran ongkos pembuatan animasinya yang
membengkak.
Para animator juga bisa mendiversifikasi produk ke
ranah lain, misalnya games. Animator bisa beroleh untung dari penjualan
karakter. Rofiq mengaku mematok royalti 20% dari penjualan aksesori
berupa boneka, tas dan merchandise lain dari karakter Dian, tokoh utama
serial animasinya, Catatan Dian. “Serial televisi bisa berhenti tapi
bila tokoh masih dikenal masyarakat, bisnis merchandise animasi akan
berlangsung lama seperti tokoh Tom and Jerry,” imbuh Rofiq. (kontan-2010)