Saturday, November 17, 2012

Menemukan Tujuan Animasi 
 
      Animasi atau seni  menciptakan efek gambar bergerak, bagi Indonesia seolah  buku resep masakan yang terbuka. Isinya sudah dibaca, namun tak kunjung bisa membuatnya. Achmad Rofiq  yang kala itu, 1999-2007, adalah  mahasiswa Jurusan Seni dan Desain Program Studi Desain Komunikasi Visual (Diskomvis)  Universitas Negeri Malang gelisah pada masa depan animasi nasional.




Ia khawatir selulus nanti bakal  terdampar  sebagai ilustrator atau desainer grafis. “Saya memang sarjana seni dan mendalami  animasi, tetapi juga penggemar dunia pemasaran. Jika pembuat animasi lain senang belajar  teknik dan efek animasi, saya  asyik membaca buku-buku manajemen dan pemasaran.”
Bagi Rofiq, manajemen dan pemasaran penting, agar   animasi di Indonesia tumbuh sebagai industri seperti di negeri lain semisal Jepang dan Amerika Serikat. Ia mencontohkan bagaimana kartun televisi Kapten Tsubasa mampu menggerakkan kegairahan sepak bola di Jepang. Meski  Kapten Tsubasa “hanyalah” karakter animasi.
”Bagaimana produk itu bisa menyatu dengan masyarakat,  bahkan menggerakkan 'semangat' masyarakat,” ucapnya.
Pikiran itulah yang membuat dia berhasil memimpin perusahaan animasi beromzet sekitar Rp 1 miliar. Tahun 2012  lewat PT  Dgmaxinema (singkatan  Digital Global Maxinema), ia menargetkan omzet Rp 2 miliar. Dia antara lain mengerjakan  animasi untuk iklan komersial, profil perusahaan, dan iklan layanan masyarakat dari pemerintah.
Studio animasi Rofiq juga mengerjakan animasi videoklip band Padi. Ia pun mendapat order iklan dari Jepang lewat  komunikasi Facebook. Namun yang  paling membanggakan   adalah produk yang disebutnya IP (intellectual property), berupa karakter animasi ”Songgo–Rubuh” yang diciptakan dan berhasil dipasarkan. Di dunia animasi, bisa memiliki IP  adalah cita-cita  animator dan perusahaan animasi.
Kartun Songgo–Rubuh berkisah tentang persahabatan  dua  prajurit Keraton Yogyakarta dengan pakaian khas lombok abang (cabe merah). Kartun itu sejak  Mei 2012 ditayangkan  jaringan televisi MNC.
”Songgo–Rubuh memecahkan kebuntuan kepercayaan pengelola stasiun televisi sebagai salah satu pasar animasi, terhadap kualitas  studio dalam negeri. Kami  mendapatkan budget (biaya) produksi setara  sinetron.  Songgo–Rubuh juga dikelola dengan campur tangan ahli, untuk  skenarionya  melibatkan penulis sinetron,” katanya.
Berbagai proyek animasinya membuat Rofiq meraih penghargaan  Juara I Wirausaha Muda Mandiri Jawa Timur kategori Industri Kreatif 2010. Ia juga menjadi  Juara I Wirausaha Muda Mandiri Nasional untuk kategori dan tahun yang sama, selain penghargaan sebagai Wirausaha Muda Sukses dari Kementerian Koperasi dan UKM   2011.
Sebagai animator, ia meraih Juara I dalam kompetisi Asiagraph Jepang tahun 2008. Pada Festival Film Indonesia (FFI) 2008 ia menjadi sutradara animasi terbaik.

Kegiatan ekonomi
Sejak muda Rofiq percaya, animasi bisa berkembang sebagai kegiatan ekonomi. Animasi tak sekadar  hobi utak-atik software komputer. Namun sebagai  mahasiswa Diskomvis ia gelisah karena  bisnis animasi di Indonesia belum  tumbuh.
”Padahal semua film, seperti di  Hollywood, sudah menggunakan jasa animasi untuk memperkuat efek spesial. Animasi menggantikan efek ledakan atau aksi berbahaya yang dulu dikerjakan  aktor pengganti. Ini mengubah wajah industri animasi menjadi  strategis,” katanya.

Obsesi Rofiq terhadap pasar dan industri animasi dipacu  pengamatannya terhadap sang bunda, penyedia jasa menjahit di tempat asalnya,  Kota Pasuruan, Jawa Timur.
”Kemampuan produksi ibu saya amat terbatas.  Beliau bekerja hanya dengan dua tangan, ditambah bantuan satu-dua orang penjahit sehingga kapasitas produksinya minim,” katanya.

”Saya ingin kerja menggambar yang bisa dilakukan  banyak orang dan dikonsumsi  banyak orang juga. Ini akan membuat  kapasitas produksi kami tinggi, animasi-lah jawabannya. Saat para  animator berkumpul menyatukan ide, terbentuk  model bisnis yang kokoh,” lanjut Rofiq.
Dia percaya Indonesia adalah gudang seniman animasi. Alasannya, ” Lama saya  mengamati Candi Kidal di  Malang. Di sini saya sadar, gerakan karakter dalam relief candi itu hidup, tidak mati. Bangsa Indonesia punya akar animasi.”
Banyak mengikuti proyek dan lomba animasi, Rofiq dan sejumlah teman mendirikan studio  Kdeep Animation pada 2008.  ”Teman-teman pendiri   satu per satu keluar karena mendapat  proyek animasi lain, seperti  di Batam. Saya memutuskan membuat IP produk  sendiri dan mendirikan PT Dgmaxinema.”

Kendala
Kendala awal yang dihadapi Rofiq adalah mendapatkan penonton. ”Semua karya seni itu  berujung pada pertanyaan dasar, siapa yang mau menonton?” ucapnya. Jawabannya dia peroleh dari konsep  pemasaran. ”Saya lalu menyusun kemampuan menciptakan IP dengan konsep pemasaran.”
 Pelan-pelan ia berhasil mendapatkan sumber daya yang di butuhkan, yakni tenaga animator dan penonton. Ia mendirikan proyek kampung animasi. Setelah sejumlah  pameran dan kepanitiaan di dunia animasi, Kemendikbud memberinya dana untuk mengelola kampung animasi.
”Kini kampung animasi kurang aktif, karena dananya terhenti. Di sisi lain terbentuk komunitas animator dan penonton potensial yang sering datang. Mereka, remaja dan guru yang menikmati membuat animasi.  Saya tak membuka lowongan kerja animator, tetapi mendatangi dan melamar animator yang  punya hasrat  besar,” tutur dia.
Untuk mempertahankan loyalitas animator, Rofiq menawarkan hubungan kerja yang menyenangkan dengan membiarkan animator memiliki IP sendiri. ”IP milik animator yang  digunakan dan dijual perusahaan. Ini membuat mereka  bekerja serius  menemukan karakter IP dan tetap bisa memiliki selamanya.”

Oleh : Dody Wisnu Pribadi

Source :  http://ads2.kompas.com/layer/bankmandiri/sosok/read/25/berita.html
Achmad Rofiq, Film Animasi Indonesia Karya Anak Negeri
Kamis, 01 November 2012


Di tengah gencarnya paparan film kartun di layar kaca dan bioskop  yang berasal dari luar negeri, seorang mahasiswa asal Malang, Achmad Rofiq (31), membuat film animasi dengan karakter Indonesia yang kuat.  

KALAU KITA sekarang sering melihat film animasi Songgo Rubuh (tayang di MNC TV) dan Kuku Rock You (tayang Kompas TV) merupakan salah satu hasil karyanya. Film animasi tersebut berbeda dengan film animasi lainnya yang biasa tampil di televisi. Karena di film tersebut sangat kental nuansa Indonesianya. Baik dari jalan cerita, penamaan, karakter wajah tokohnya dan pakaian yang dikenakan. Seperti film Songgo Rubuh, film ini menceritakan tentang 2 serdadu Jawa bernama Songgo dan Rubuh yang dihinggapi rasa bosan sebagai penjaga istana. Mereka melakukan hal-hal kecil, kadang konyol, buruk atau terkadang rawan bahaya untuk mengisi waktu.

Bagi Rofiq, film animasi garapannya bisa tampil di televisi, tentu saja menjadi pencapaian yang luar biasa. Betapa tidak, baru di tahun 2012 ini karyanya bisa tampil di layar kaca. Padahal membuat film animasi sudah dilakukan Rofiq sejak tahun 2005 ketika ia bersama teman-teman kuliahnya di komunitas Desain Komunikasi Visual (DKV), Jurusan Seni dan Desain, Program Studi Desain Komunikasi Visual,  Universitas Negeri Malang, mendirikan  CV. Kdeep Animation dengan modal patungan  Rp 50 juta.

Karya yang pernah dibuatnya antara lain Bio Zone yang memenangi penghargaan Juara I dan II & Best Viewer Choice Animation Naration (Animation Awards)  Universitas Parahyangan, Bandung dan  Best Animation (Mafvie), Malang. Lalu ada juga film Pentil-Pentol yang menjadi juara 1 Hellofest Vol. 1, Jakarta dan A Kite yang mendapat penghargaan khusus sebagai film animasi terbaik pada ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2008.

Segmen Anak dan Keluarga
Usaha Rofiq dalam membuat film animasi sempat dilirik oleh sebuah perusahaan animasi Inggris yaitu Blue-Zoo Animation Studio yang memberikan tawaran untuk membuat sebuah film seri selama satu tahun senilai Rp 5 miliar. Namun kerjasama itu ditolak Rofiq, lantaran ia merasa belum siap bekerjasama dengan perusahaan asing. “Saya merasa takut dan gamang, apalagi saya belum pernah membuka investasi langsung dengan perusahaan dari negara asing,” jelas Rofiq. Tapi tawaran itu tetap membuat Rofiq merasa bangga, karena karyanya ternyata  disejajarkan dengan animator luar negeri.

Untuk kerjasama, Rofiq memang lebih tertarik dengan investor dari dalam negeri yang dianggap mempunyai kesamaan misi untuk mengembangkan usahanya. Maka pada Oktober 2011, CV. Kdeep bergabung dengan Digital Andalan Nusantara Group yang menawarinya kerjasama dan bermetamorfosis menjadi PT Digital Global Maxinema (DGM) dimana ia memegang jabatan sebagai managing director.  Niatnya cuma satu, membuat karya animasi yang berkarakter Indonesia dan bisa bersaing dengan film animasi seperti Shaun The Sheep atau Upin Ipin di layar kaca. Dari hasil kerjasama itu kemudian munculah kemudian film animasi seperti Baby Dian, Catatan Dian, Songgo Rubuh dan Kuku Rock You yang kemudian tayang di televisi.

Anak-anak dan keluarga menjadi segmentasi pasar yang diincar oleh Rofiq. “Sengaja kita ambil segmen anak-anak dan keluarga, karena film yang akan ditonton anak-anak tetap dapat dikontrol oleh orang tua,” terang anak ke 2 dari 4 bersaudara pasangan Cholik M. Sholeh dengan Siti Qusnah ini. Dalam perkembangannya, produk kreatifnya tidak hanya membuat film animasi, tapi juga pembuatan iklan, video klip, company profile dan lain-lain. Rofiq yakin, produk animasi buatannya bisa bersaing di pasar internasional. Bahkan ia berani bersaing dengan produk Walt Disney yang selama ini menguasai pasar animasi dunia.

Dibina Bank Mandiri
Menurutnya, lompatan usahanya mulai terasa ketika ia menjadi juara I Wirausaha Muda Mandiri 2010 kategori mahasiswa program pascasarjana dan alumni bidang usaha kreatif. Setelah men¬dapat penghargaan tersebut, tidak lama bisnisnya berkembang pesat. Omzet pun bertambah dua kali lipat, menjadi Rp 2 miliar.

“Karena sejak itu, saya mendapat bim¬bingan dari Bank Mandiri mengenai etika bisnis. Hal ini sangat penting dan menjadi pegangan saya dalam berbisnis sampai sekarang, bahkan sampai nanti,” terang Rofiq. Berbisnis itu, tambahnya, harus percaya diri, percaya pada orang lain dan percaya pada Tuhan. Etika bisnis inilah yang kemudian dijadikan visi PT. DGM. Selain etika bisnis, Bank Mandiri juga memberikan pelatihan usaha mengenai manajemen bisnis. Tidak hanya itu, Rofiq juga dibantu dalam hal promosi, melalui media cetak, elektronik dan diikutkan dalam kegiatan pameran-pameran. Hal-hal itulah yang meningkatkan usahanya.

Kesuksesan yang diraih Rofiq pun tidak dinikmati sendiri, tapi juga ditularkan pada orang lain. Ia menggandeng beberapa usaha kecil dan menengah (UKM) dan SMK-SMK dengan pola kemitraan  untuk meraih sukses bersama. “Di Malang saya membangun 8 studio animasi yang bekerjasama dengan studio-studio UKM dan dari lulusan-lulusan SMK. Studio ini akan mem-back up studio induk (PT DGM),” terang Rofiq. Studio-studio UKM tersebut ia berdayakan untuk membuat animasi-animasi yang ia gunakan di perusahaannya.

Satu lagi bukti, kalau anak negeri mampu mengukir prestasi yang tinggi lewat karya mandiri.

Kiat Sukses
  • Fokus pada kualitas produk dengan menerapkan standar internasional sebagai acuan, baik visual, suara, maupun jalan cerita. 
  • Punya ciri khas: cerita, penamaan, karakter wajah, serta pakaian yang ditampilkan kental dengan “rasa” Indonesia.

Proses Produksi Animasi
  • Ada ide dasar cerita.
  • Pembuatan  karakter, penentuan segmen (usia anak-anak).
  • Pemilihan genre: humor, komedi, petualang¬an, atau drama.
  • Pengembangan menjadi film.
  • Story board (proses menentukan naskah film menjadi bahasa visual dalam bentuk panel-panel gambar dan dialog).
  • Melibatkan sutradara dan animator dalam prosesnya.
  • Misi:
    • Menjadi rumah kreativitas yang nyaman bagi semua karyawan.
    • Terus berkarya dengan kualitas yang terbaik dengan memanfaatkan teknologi, informasi dan imajinasi tanpa batas.
    • Berusaha menjadi kebanggan nasional.
    • Mewujudkan kebanggaan bagi seluruh stake¬holder dengan hasil pendapatan yang baik.
Sumber :
http://wirausahamandiri.co.id/sukses-26-Achmad%20Rofiq,%20Film%20Animasi%20%20Indonesia%20Karya%20Anak%20Negeri.html

Monday, May 7, 2012

List Pemenang HelloFest 8

Februari 2012

Sebelumnya HelloFest 8 mengucapkan terima kasih kepada 20 ribu pengunjung, 1105 kostumasa, 304 kreator film, 200 booth pasar hellofest, puluhan sponsor, & 150 panitia kalian memang gokil abis!!

Dan berikut adalah list pemenang HelloFest 8 Anima Expo:
Pemenang Film Pendek
Kategori Best Movie 
Judul Karya : Altitude Alto
Kreator : Aditya Prabaswara
Kategori Best Animation
Judul Karya : Songgo Rubuh
Kreator : Digital Global Maxinema
Kategori Best Non Animation
Judul Karya : Vetus
Kreator : Muhammad Sauki Basya 
Kategori Favorite Movie
Judul Karya : KidsCreaSong
Kreator : Dita Novianti 
Penghargaan Khusus dari Fred Deakin
Judul Karya : Time Rotation
Kreator : Elka Pratika
Pemenang KostuMasa
"Nyuri Perhatian" Award
Odoy - Metal Garurumon (Digimon)
Best “Indonesia Banget” Costume
Carissa Lesley - Barong Bali versi Perempuan
Best Imaginary Costume
Ardhya Budiman - Invader Biru
Best Kid Costume
Bianca - Rachel Alucard
Best Costume
Yukitora - Maeda Keiji (Female Version)
Best Individual Performance
Muhammad Noor Iqball - Gatot Kaca
Best Horror Costume
Adly Soewandi - Anabola Cyst
Best Team Costume
Lunar Asterisk
Best Team “Indonesia Banget” Costume
Eternal Creativity
Best Team Performance
8VOLUTION
Pemenang Desain Mandiri 
1. Eksotika Mainan Tradisional Indonesia - Rahmat Tri Basuki
2. Membatik Negeri Eksotika Kemandirian - Perry Napitupulu
3. Pesona Indonesia Mandiri - Irene Tanurajaya
4. Indonesia Eksotik Banget - Totok Ardyanto
5. Tarian Warna - Ketut Adhi Apriana
5. Eksotika Indonesia Kelas Dunia - Baharudin Jailani (Like FB : 520)
source : http://hellofest.com/pemenang

BERTEMUNYA ANIMATOR DAN PENULIS SITKOM


Jakarta, 04 Mei 2012 

Joni Faisal-penulis Songgo Rubuh
     Sekitar pertengahan bulan November tahun 2011 kami diminta oleh pihak MNC TV untuk membuat serial animasi yang berlatar belakang budaya Indonesia. Istilah mereka, animasi yang memiliki warna lokal. Kebetulan waktu itu kami sudah punya ide meskipun masih bersifat obrolan tentang sersadu penjaga istana yang belakangan kami beri judul Songgo Rubuh. Sebenarnya ini bukan yang pertama kami mengajukan ide program animasi ke MNC TV. Beberapa bulan sebelumnya kami membawa serial Kukurockyou, animasi bertema keluarga unggas yang jago bernyanyi. Namun karena salah informasi dan kami berpendapat tidak mendapat tanggapan dari MNC TV, serial itu akhirnya kami tawarkan ke RCTI. Gayung pun bersambut, RCTI kemudian menyerahkan Kukurockyou kepada pihak MNC Animasi, semacam rumah produksi baru yang mengurusi animasi di jaringan MNC Grup. Namun, Songgo Rubuh yang yang kami tawarkan belakangan ternyata lebih mujur. Songgo Rubuh menyalip Kukurockyou mendapat kesempatan tayang di MNC TV.     
Jika menoleh ke belakang, baik perjalanan Kukurockyou maupun Songgo Rubuh, tidaklah semudah apa yang mungkin pembaca bayangkan. Sungguh hal yang kami anggap luar biasa jika kedua serial itu saat ini digadang-gadang menjadi animasi yang bakal merebut hati pemirsa Indonesia. Betapa tidak, kesan para aktivis animasi yang selama ini menganggap daya beli televisi kita terhadap animasi lokal sangat rendah, perlahan-lahan kami singkirkan. Kemudian, anggapan bahwa daya beli televisi Indonesia terhadap animasi kita  terlalu murah juga sekaligus kami patahkan. Buktinya, harga yang kami patok pada pihak televisi, melebihi harga sinetron live action, meskipun perbedaannya tidak cukup jauh. Tapi paling tidak, ini memberikan nafas lega bagi kami untuk berkarya lebih produktif, karena daya beli televisi kita terhadap animasi lokal juga tidak semurah yang kami perkirakan sebelumnya. Masalahnya barangkali banyak karya animasi kawan-kawan yang ditawarkan ke pihak televisi masih belum memenuhi standar mereka. Sehingga banyak yang menganggap pihak televisi terlalu arogan bagi karya mereka. Dengan argumen bahwa biaya produksi animasi itu jauh lebih mahal dari pada live action, ditambah dengan kualitas animasi yang memenuhi standar tayang pihak televisi, alasan kita untuk minta harga yang lebih tinggi tentu saja masuk akal.    
Jika kami ditanya apakah sistem yang telah kami lakukan terhadap proses produksi animasi itu sebuah proses normal sebagai sebuah industri? Tentu saja kami ingin mengatakan semua itu adalah hasil trial and error. Kasarnya, kami belajar dari nol untuk memahami kepentingan banyak pihak terhadap industri ini. Hal sepele tentang durasi sketsa Songgo Rubuh yang tayang di MNC TV saja misalnya, tadinya kami buat rata-rata tidak lebih dari dua menit. Namun setelah beberapa kali pertemuan dengan pihak MNC TV, rupanya mereka minta setiap sketsa rata-rata berdurasi empat menit. Dan itu bukan perkara mudah buat kami untuk merubahnya karena konsep awalnya adalah berdurasi 1.30 menit. Tapi kompromi-kompromi semacam ini tetap kami jalani sebatas hal itu tidak menganggu prinsip dan konsep dasar dari apa yang selama ini kami yakini.   
  
Belajar Menyesuaikan Diri
Untuk diketahui, kami bertiga (Denny Asse, Murhananto dan saya sendiri Joni Faisal) berlatar belakang sebagai penulis komedi. Jika dispesialkan lagi, komedi yang kami urusi itu tidak lain adalah komedi situasi atau sitkom dan sketsa. Sejak 2004 kami sudah kenyang dengan apa itu sitkom. Kami telah menulis ratusan episode sitkom diantaranya Bajaj Bajuri, Suami-suami Takut Istri, Tante Tuti, Cagur Naik Bajaj Kejar Kusnadi, sketsa Tawa Sutra dan lain-lain. Artinya sebagai penulis komedi kami sudah paham benar apa itu sitcom, sketsa dan drama komedi dengan segala “tetek bengek”nya. Namun saat kami bertemu Ahmad Rofiq--yang telah malang melintang di jagat animasi lebih dari delapan tahun—untuk mengajak kami menulis script animasi, kami akui kami gelagapan. Penyebabnya, tak lain karena kami gagap dengan dunia animasi. Boro-boro untuk menjadi penulis naskahnya, apa itu prinsip-prinsip animasi saja kami tidak terlalu paham. Apalagi teknik dan cara kerja kawan-kawan animator dalam industri ini, bisa dikatakan kami belum paham. 
            Dalam komedi live action kami ditempa oleh pengalaman untuk memahami “manajemen” produksi. Di Bajaj Bajuri misalnya, penonton tidak akan menemui scene yang berlokasi di mal yang hanya diambil hanya satu scene. Mengapa? Selain karena ongkos syutingnya mahal, ribet dan banyak masalah, pertanyaan berikutnya: buat apa syuting di mal kalau hanya untuk mencari kelucuan yang hanya terjadi beberapa detik? Mengapa tidak membuat adegan yang lain saja jika kualitas dan target kelucuan yang sama bisa dihasilkan? Dengan jam terbang dan teori yang pernah kami pelajari, adegan di mal ini bisa saja diganti dengan di ruang tamu di mana Bajuri telah membawa paper bag yang menandakan kalau dia baru saja datang dari mal. Bukankah itu lebih efektif dan murah? Banyak hal yang bermasalah semacam ini bisa kami taklukan di komedi live action. Bahkan dari pengalaman pula kami bisa membuat produksi itu menjadi sedikit low budget. Tapi di animasi tidak begitu. Kami bukan saja meraba-raba, tapi kami benar-benar buta.     
            Untuk menambah seorang figuran atau ekstras dalam komedi live action misalnya, tidak dibutuhkan banyak waktu. Cukup cari orang di jalan atau yang telah disiapkan oleh Unit, bisa langsung take. Tapi di animasi, kami tidak tahu kalau menambah satu saja karakter orang atau binatang itu membutuhkan waktu untuk membuat model. Belum lagi, rigging, compositing dan lain-lain. Semua itu butuh waktu dan kami tidak mungkin untuk tidak belajar dengan tim produksi/animator. Tanpa kami mengerti, pasti akan banyak sekali kebingungan maupun waktu yang akan terbuang dari kawan-kawan produksi.            
Itu baru satu saja bagian yang kami tidak pahami dari animasi. Belum lagi masuk ke content cerita. Pernah kami membuat adegan yang kami anggap seru. Tapi ternyata di animasi itu menjadi biasa. Karena apa? Karena adegan itu bisa dibuat dengan mudah di syuting live action. "ngapian adegan buat gituan kalo, kalo masih bisa disyuting biasa,” protes seorang teman yang telah berpengalaman. 

Dalam live action jurus-jurus komedi seperti teaser, roll of three, clip hunger, running gage, slapstick yang intinya untuk mendapat ledakan tawa atau punchline di  setiap scene atau segment sudah mendarah daging dan secara reflex kerap kami lakukan pada saat penulisan naskah. Di animasi sendiri, harus diakui kami belum punya pengalaman untuk membuatnya. Namun sejak Achamd Rofiq dan kawan-kawan memberikan pelajaran tentang prinsip-prinsip apa saja yang berlaku di animasi, kami jadi lumayan paham kalau banyak hal-hal yang boleh dilakukan di animasi. Intinya, animasi memberikan banyak ruang yang berlebih bagi penulis seperti kami, untuk berfikir tentang fantasi, berbicara mengenai hewan-hewan, mahkluk-makhluk unik, dan hal-hal yang bisa terbang dan sebagainya.
Dari tim Ahmad Rofiq (tim animator/produksi), yang selama ini berproduksi tanpa penulis, merasa bahwa dengan kehadiran penulis, paling tidak cerita akan menuju ke sasaran yang diinginkan. Memiliki tingkat dramati, terstruktur, dan yang lebih penting tujuan dari cerita tidak bertele-tele.

Oleh : Joni faisal (penulis serial animasi Songgo Rubuh)

Menteri Mari Elka Tantang Para Animator

TEMPO.CO , Jakarta 
Jum'at, 04 Mei 2012 | 05:46 WIB



Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menantang para animator Malang menciptakan karakter lokal layaknya tokoh kartun Mickey Mouse dari Disneyland, Amerika Serikat. Para animator itu ditantang membuat ide cerita berbasis budaya asli Indonesia.  "Seperti Kukuruyuk Rock, animasi yang akan tampil di televisi swasta," kata Marie Elka di Malang, Jawa Timur, Kamis 3 Mei 2012.

Kementerian Pariwisata siap menampung kreatifitas para animator Malang. Bahkan mereka bisa bisa memanfaatkan laman Kementerian guna pamer hasil karyanya. "Kami juga siap membantu dana jika dibutuhkan," kata dia.

Menurut dia, animasi berkarakter lokal bisa menjadi simbol obyek wisata di Malang. Kekuatan cerita daerah juga bisa dikembangkan seperti produk permainan, aksesoris, dan komik.

Karya animasi siswa Sekolah Menengah Kejuruan Malang meraih penghargan terbaik Festifal Film Indonesia 2008 kategori film animasi. Pemerintah Kota Malang tak merespon prestasi itu. Apalagi tak ada televisi lokal tertarik menayangkan film animasi karyanya.


Para animator dalam komunitas pelaku industri kreatif mengeluhkan minimnya fasilitas dari pemerintah. Mereka tak punya wadah mengekspresikan hasil karyanya. "Padahal, sebagian memenangkan kompetisi internasional," kata direktur PT Digital Global Maxinema, Ahmad Rofiq.

Komunitas fotografi di Malang pun mengakui minimnya perhatian Pemerintah Kota Malang.

EKO WIDIANTO
Jakarta, MediaProfesi.com - 
Senin, 24 Januari 201

Dalam tiga hari Expo Wirausaha Mandiri 2011, yang digelar 20-22 Januari yang telah lewat, saya memang tak memiliki cukup waktu untuk bergaul dengan satu per satu dari para peserta, baik finalis tahun ini, maupun peserta dari pemenang dan finalis tahun-tahun sebelumnya serta mitra binaan Bank Mandiri. Namun ketika dari industri kreatif muncul pemenang atas nama Ahmad Rofiq, saya rasa ada sesuatu yang beda.
Ya, berbeda karena berarti Bank Mandiri cukup punya perhatian terhadap industri kreatif terutama bidang garapan Ahmad Rofiq, yaitu film animasi. Dan ini adalah sebuah harapan besar akan bertumbuhnya semangat para animator tanah air untuk berkarya tak hanya menjadi ’tukang jahit’ yang dipekerjakan oleh kreator-kreator asing.
Perihal semangat para kreator atau animator dalam negeri, tentu banyak factor yang menghambat tumbuh kembangnya industri ini dalam menuju menjadi tuan rumah di negeri sendiri atau bahkan ekspor. Karena sejauh ini, meski film animasi Dragon Ball dan lain-lainnya mendunia, toh kreator karakter adalah bukan anak bangsa ini, mereka hanya menjadi ‘tukang jahit’ tadi.
Kenapa?
Kalau mau introspects tentu harus berangkat dari pekerja animasi sendiri, apakah mereka cukup kreatif menggarap bisnis karakter yang begitu berlimpah dapat ditemukan di harta Karun kekayaan etnik dan budaya bangsa ini. Kalau di bidang disain, Kekayaan karakter dan kultur bangsa ini telah membuat seorang disainer kondang Stefan Sagmeister tak kering ide, maka kreator karakter animasi pun mestinya demikian.
Industri kreatif utamanya film animasi nasional, pun mengalami kendala ketika bersaing dengan karakter-karakter animasi dari luar yang begitu gencar menghantam pasar dalam negeri dengan harga jual untuk tayangan televisi sangat murah. Dengan kondisi itu, televisi pun akhirnya lebih memilih membeli produk asing yang murah tak peduli konten, daripada membeli film animasi local yang harganya relatif lebih mahal.
Bukan bermaksud menggurui, namun perihal industri kreatif animasi ini memang masih butuh perhatian lebih serius. Bahwasanya bisnis di industri ini belum populer, ya. Untuk itu diperlukan pembelajaran menyeluruh tentang industri yang berbasis kreatif ini. ApalagI dengan pangsa pasar yang sangat potensial di dalam negeri, sayang sekali jika yang menikmati adalah asing. Lantas, apa saja yang sebenarnya mesti dipahami dalam bisnis di industri animasi?
Industri animasi setali tiga uang dengan industri film pada umumnya, hanya saja kalau boleh saya katakan bahwa industri ini punya waktu tak terbatas asal mampu melakukan kontinuitas dan tak miskin ide. Kontinuitas dapat terjaga dengan penciptaan karakter khas yang bisa diterima segala zaman dalam membawakan tema-tema ceritanya. Dari Donald Duck sampai Mickey Mouse, kontinuitasnya terjaga dengan kekhasan karakter serta kekayaan ide cerita. Dan itu juga berarti bahwa karakter dalam film animasi adalah penyampai pesan yang efektif dengan tema-tema cerita semau story tellernya.
Ketika bicara karakter, maka disinilah sebenarnya bisnis yang sesungguhnya akan mendatangkan keuntungan. Walt Disney mungkin tak sampai 5 persen pendapatan dari menjual tayangan film animasinya ke seluruh dunia. Tapi royalti dari bisnis franchise produksi karakter telah membuat raksasa jagad animasi ini menguasai dunia.
Sebelum Expo Wirausaha Mandiri, di Jakarta juga sempat digelar Franchise & License Expo, yang dalam kesempatan itu ada perwakilan Marvel Comic yang dengan 5.000 karakter telah menjadi raksasa “jagad marvel” dan dibeli Walt Disney. Nah, dari 5.000 karakter tersebut, baik yang populer hanya dalam komik maupun sudah divisualkan dalam film animasi, menegaskan betapa bisnis karakter sangat potensial dan bahkan film animasinya hanya menjadi pendamping atau alat propaganda (promosi) saja.
Dalam bisnis karakter, kalau melihat yang telah dilakukan Marvel sejak 1961, mengandaikan pasar dalam negeri telah mengalami keterlambatan selama 50 tahun. Ketika Marvel sudah memiliki jagad marvel dengan 5.000 tokoh karakter kita masih dengan jumlah terbatas serta distribusi yang terbatas pula.
Bisnis karakter setidaknya telah menjadi tren dalam empat sektor yang cukup strategis yang kadangkala tak disadari. Misalnya Apparel dan merchandise yang kemudian memunculkan karakter-karakter sampai pada ruang pribadi dengan melekat pada sprei, sarung bantal, guling dan sebagainya. Dan tak ketinggalan dalam dunia permainan anak (toys) yang mana hampir semua karakter melekati mainan anak bahkan hingga stationary. Kalau kita lihat, dari kaos kaki, sepatu, alat tulis, celana, baju, topi, tas sekolah.
Dengan melihat kekuatan bisnisnya yang luar biasa, seorang investor, atau perusahaan finansial tentu akan melihatnya sebagai peluang, termasuk bagi televisi untuk tidak hanya berharap mendapat iklan dari setiap slot tayangan film animasi, namun lebih luas lagi melihat sebagai peluang bisnis merchandising, apparel, toys dan stationary.
Begitu juga dengan Bank, sebagai lembaga keuangan tentunya diharapkan dapat lebih memberikan prioritas atau setidaknya kesempatan sama bagi kalangan industri kreatif utamanya animasi dalam pengucuran modal usaha. Maka ketika melihat Bank Mandiri yang dengan pogram CSRnya menyelenggarakan kompetisi kewirausahaan dan memilih Ahmad Rofiq sebagai salah satu finalis yang kemudian memenangi juara I kategori kreatif dengan produk film animasi, saya melihat Bank Mandiri sebagai Bank yang melek industri kreatif animasi. Meskipun, baru sebatas “nemu” potensi tersebut di tengah jalan ketika pelakunya sudah kelewat jauh melangkah, bukan membina sejak awal.
Dan perlu diketahui, industri animasi Indonesia tak hanya butuh tepuk tangan ketika sudah mencapai keberhasilan namun tanpa dukungan sedari awal melangkah, dalam arti butuh bapak angkat. Sampai-sampai, malam usai penerimaan penghargaan wirausaha mandiri, saya menyempatkan bertemu Ahmad Rofiq dari studio Kdeep, bersama Peni Cameron (Cams Solution) yang begitu getol memperjuangkan agar animasi dalam negeri tetap eksis meski bergerak dari tingkat lokal.
Sebagai ’alumni’ Cams Solution, Ahmad Rofiq dengan Kdeep-nya adalah studio partner bagi cams dalam memproduksi film animasi. Beberapa karya telah menghiasi layar kaca di tv-tv lokal maupun nasiona. Rofiq pada tahun 2008 berhasil menyabet piala FFI dan setahun sebelumnya, karyanya berjudul a kite membuatnya mendapat penghargaan bergengsi di Jepang. Dan ia, berpartner dengan Cams maupun pihak lain tak hanya berkarya membuat film animasi, melainkan juga mengembangkan bisnis merchandise-nya. Untuk menguasai pasar nasional, Rofiq berharap tv nasional lebih terbuka terhadap karya lokal. Dengan hal itu, tentu kita sangat sepakat agar tak hanya Upin & Ipin diberi kesempatan mengeruk pundi-pundi di pasar dalam negeri.
Sekilas Pemenang Wirausaha Mandiri 2011
Sebanyak 13 pemenang penghargaan Wirausaha Mandiri 2011 merupakan finalis yang telah menyisihkan 3.294 mahasiswa dari 412 perguruan tinggi di 33 provinsi di Indonesia. Penghargaan Wirausaha Mandiri 2010 diserahkan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta Convention Center pada Kamis (22/1). Kategori diploma dan mahasiswa, penghargaan Wirausaha Mandiri 2010 diberikan kepada Muhammad Asmui (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) dan Ridwan Abadi (Universitas Brawijaya, Malang) di kategori Boga.
Fauzan Hangriawan (Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta) dan Andi Arham Benyamin (Universitas Hasanuddin, Makassar) di kategori industri dan jasa,serta Dewi Tanjung Sari (IKIP Budiutomo, Surabaya) dan Alvin (Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta) di kategori kreatif. Pada kategori mahasiswa, Evi Marlina (Universitas Jambi, Jambi) terpilih sebagai penerima penghargaan Wirausaha Terinovatif.
Di Kelompok pascasarjana dan alumni, penghargaan Wirausaha Mandiri diberikan kepada Rosnendya Wisnu Wardhana (Universitas Batam, Batam) dan Fajar Handika (Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta) di kategori boga.Ahmad Abdul Hadi (Unsgawati, Cirebon) dan MGS Syaiful Fadli (Universitas Sriwijaya, Palembang) di kategori industri dan jasa, serta Achmad Rofiq (ITS, Surabaya) dan Surya Adhitama (ITB ) di kategori kreatif. Surya sekaligus menerima Penghargaan Wirausaha Terinovatif pada kelompok ini. * (Mah/Syam)

Oleh : Mahar Prastowo, Writerpreneur

Tokoh Masyarakat Penggerak Kewirausahaan

Senin, 07 Februari 2011 | 00:53 WIB



 MENTERI Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan menganugerahi Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini “Tokoh Masyarakat Penggerak Kewirausahaan”, sebagai penghargaan atas kesuksesan program Wirausaha Mandiri. Penganugerahan tersebut diberikan pada saat pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung Smesco UKM Jakarta, Rabu (2/2).

Program yang telah digelar sejak 2007 itu semakin diakui telah berhasil menghadirkan insan-insan muda kreatif dan inovatif yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan menggerakan ekonomi nasional. Dalam kurun waktu tersebut, program Wirausaha Mandiri telah melahirkan lebih dari 6.500 wirausahawan muda baru serta menularkan semangat kemandirian kepada para mahasiswa melalui implementasi dua program utama yaitu pencarian bibit wirausaha muda baru dan pembinaan berwirausaha.

Selain Dirut Bank Mandiri, tiga orang usahawan muda alumnus program tersebut memperoleh penghargaan sebagai Wirausaha Muda Sukses Terbaik. Mereka adalah Achmad Rofiq, Pemenang I WM 2010 kategori Pascasarjana & Alumni bidang usaha kreatif, pemilik usaha Film Animasi, Muhammad Asmui, Pemenang I WM 2010 kategori Diploma dan Mahasiswa bidang usaha boga, pemilik usaha Javapuccino, dan Fauzan Hangriawan, Pemenang I WM 2010 kategori Diploma dan Mahasiswa, bidang usaha industri & jasa, pemilik usaha Budidaya Pembesaran dan Pembenihan Lele Sangkuriang

Wirausaha Mandiri merupakan salah satu program strategis Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Mandiri yang meliputi serangkaian kegiatan, yaitu pelaksanaan workshop, pemberian beasiswa wirausaha, penghargaan anugerah Wirausaha Mandiri, pendampingan berwirausaha serta promosi melalui pameran dan publikasi. Untuk memperkuat keberhasilan program ini pada pembentukan jiwa kewirausahaan, Bank Mandiri juga telah melakukan beberapa inovasi, antara lain melalui penyusunan modul kewirausahaan sebagai referensi pengajaran mata kuliah kewirausahaan di perguruan tinggi serta pelatihan kepada para dosen untuk menjadi business coach sekaligus fasilitator untuk pengembangan bisnis para wirausahawan.

 Source : TEMPO Interaktif, Jakarta