Monday, May 7, 2012

Jakarta, MediaProfesi.com - 
Senin, 24 Januari 201

Dalam tiga hari Expo Wirausaha Mandiri 2011, yang digelar 20-22 Januari yang telah lewat, saya memang tak memiliki cukup waktu untuk bergaul dengan satu per satu dari para peserta, baik finalis tahun ini, maupun peserta dari pemenang dan finalis tahun-tahun sebelumnya serta mitra binaan Bank Mandiri. Namun ketika dari industri kreatif muncul pemenang atas nama Ahmad Rofiq, saya rasa ada sesuatu yang beda.
Ya, berbeda karena berarti Bank Mandiri cukup punya perhatian terhadap industri kreatif terutama bidang garapan Ahmad Rofiq, yaitu film animasi. Dan ini adalah sebuah harapan besar akan bertumbuhnya semangat para animator tanah air untuk berkarya tak hanya menjadi ’tukang jahit’ yang dipekerjakan oleh kreator-kreator asing.
Perihal semangat para kreator atau animator dalam negeri, tentu banyak factor yang menghambat tumbuh kembangnya industri ini dalam menuju menjadi tuan rumah di negeri sendiri atau bahkan ekspor. Karena sejauh ini, meski film animasi Dragon Ball dan lain-lainnya mendunia, toh kreator karakter adalah bukan anak bangsa ini, mereka hanya menjadi ‘tukang jahit’ tadi.
Kenapa?
Kalau mau introspects tentu harus berangkat dari pekerja animasi sendiri, apakah mereka cukup kreatif menggarap bisnis karakter yang begitu berlimpah dapat ditemukan di harta Karun kekayaan etnik dan budaya bangsa ini. Kalau di bidang disain, Kekayaan karakter dan kultur bangsa ini telah membuat seorang disainer kondang Stefan Sagmeister tak kering ide, maka kreator karakter animasi pun mestinya demikian.
Industri kreatif utamanya film animasi nasional, pun mengalami kendala ketika bersaing dengan karakter-karakter animasi dari luar yang begitu gencar menghantam pasar dalam negeri dengan harga jual untuk tayangan televisi sangat murah. Dengan kondisi itu, televisi pun akhirnya lebih memilih membeli produk asing yang murah tak peduli konten, daripada membeli film animasi local yang harganya relatif lebih mahal.
Bukan bermaksud menggurui, namun perihal industri kreatif animasi ini memang masih butuh perhatian lebih serius. Bahwasanya bisnis di industri ini belum populer, ya. Untuk itu diperlukan pembelajaran menyeluruh tentang industri yang berbasis kreatif ini. ApalagI dengan pangsa pasar yang sangat potensial di dalam negeri, sayang sekali jika yang menikmati adalah asing. Lantas, apa saja yang sebenarnya mesti dipahami dalam bisnis di industri animasi?
Industri animasi setali tiga uang dengan industri film pada umumnya, hanya saja kalau boleh saya katakan bahwa industri ini punya waktu tak terbatas asal mampu melakukan kontinuitas dan tak miskin ide. Kontinuitas dapat terjaga dengan penciptaan karakter khas yang bisa diterima segala zaman dalam membawakan tema-tema ceritanya. Dari Donald Duck sampai Mickey Mouse, kontinuitasnya terjaga dengan kekhasan karakter serta kekayaan ide cerita. Dan itu juga berarti bahwa karakter dalam film animasi adalah penyampai pesan yang efektif dengan tema-tema cerita semau story tellernya.
Ketika bicara karakter, maka disinilah sebenarnya bisnis yang sesungguhnya akan mendatangkan keuntungan. Walt Disney mungkin tak sampai 5 persen pendapatan dari menjual tayangan film animasinya ke seluruh dunia. Tapi royalti dari bisnis franchise produksi karakter telah membuat raksasa jagad animasi ini menguasai dunia.
Sebelum Expo Wirausaha Mandiri, di Jakarta juga sempat digelar Franchise & License Expo, yang dalam kesempatan itu ada perwakilan Marvel Comic yang dengan 5.000 karakter telah menjadi raksasa “jagad marvel” dan dibeli Walt Disney. Nah, dari 5.000 karakter tersebut, baik yang populer hanya dalam komik maupun sudah divisualkan dalam film animasi, menegaskan betapa bisnis karakter sangat potensial dan bahkan film animasinya hanya menjadi pendamping atau alat propaganda (promosi) saja.
Dalam bisnis karakter, kalau melihat yang telah dilakukan Marvel sejak 1961, mengandaikan pasar dalam negeri telah mengalami keterlambatan selama 50 tahun. Ketika Marvel sudah memiliki jagad marvel dengan 5.000 tokoh karakter kita masih dengan jumlah terbatas serta distribusi yang terbatas pula.
Bisnis karakter setidaknya telah menjadi tren dalam empat sektor yang cukup strategis yang kadangkala tak disadari. Misalnya Apparel dan merchandise yang kemudian memunculkan karakter-karakter sampai pada ruang pribadi dengan melekat pada sprei, sarung bantal, guling dan sebagainya. Dan tak ketinggalan dalam dunia permainan anak (toys) yang mana hampir semua karakter melekati mainan anak bahkan hingga stationary. Kalau kita lihat, dari kaos kaki, sepatu, alat tulis, celana, baju, topi, tas sekolah.
Dengan melihat kekuatan bisnisnya yang luar biasa, seorang investor, atau perusahaan finansial tentu akan melihatnya sebagai peluang, termasuk bagi televisi untuk tidak hanya berharap mendapat iklan dari setiap slot tayangan film animasi, namun lebih luas lagi melihat sebagai peluang bisnis merchandising, apparel, toys dan stationary.
Begitu juga dengan Bank, sebagai lembaga keuangan tentunya diharapkan dapat lebih memberikan prioritas atau setidaknya kesempatan sama bagi kalangan industri kreatif utamanya animasi dalam pengucuran modal usaha. Maka ketika melihat Bank Mandiri yang dengan pogram CSRnya menyelenggarakan kompetisi kewirausahaan dan memilih Ahmad Rofiq sebagai salah satu finalis yang kemudian memenangi juara I kategori kreatif dengan produk film animasi, saya melihat Bank Mandiri sebagai Bank yang melek industri kreatif animasi. Meskipun, baru sebatas “nemu” potensi tersebut di tengah jalan ketika pelakunya sudah kelewat jauh melangkah, bukan membina sejak awal.
Dan perlu diketahui, industri animasi Indonesia tak hanya butuh tepuk tangan ketika sudah mencapai keberhasilan namun tanpa dukungan sedari awal melangkah, dalam arti butuh bapak angkat. Sampai-sampai, malam usai penerimaan penghargaan wirausaha mandiri, saya menyempatkan bertemu Ahmad Rofiq dari studio Kdeep, bersama Peni Cameron (Cams Solution) yang begitu getol memperjuangkan agar animasi dalam negeri tetap eksis meski bergerak dari tingkat lokal.
Sebagai ’alumni’ Cams Solution, Ahmad Rofiq dengan Kdeep-nya adalah studio partner bagi cams dalam memproduksi film animasi. Beberapa karya telah menghiasi layar kaca di tv-tv lokal maupun nasiona. Rofiq pada tahun 2008 berhasil menyabet piala FFI dan setahun sebelumnya, karyanya berjudul a kite membuatnya mendapat penghargaan bergengsi di Jepang. Dan ia, berpartner dengan Cams maupun pihak lain tak hanya berkarya membuat film animasi, melainkan juga mengembangkan bisnis merchandise-nya. Untuk menguasai pasar nasional, Rofiq berharap tv nasional lebih terbuka terhadap karya lokal. Dengan hal itu, tentu kita sangat sepakat agar tak hanya Upin & Ipin diberi kesempatan mengeruk pundi-pundi di pasar dalam negeri.
Sekilas Pemenang Wirausaha Mandiri 2011
Sebanyak 13 pemenang penghargaan Wirausaha Mandiri 2011 merupakan finalis yang telah menyisihkan 3.294 mahasiswa dari 412 perguruan tinggi di 33 provinsi di Indonesia. Penghargaan Wirausaha Mandiri 2010 diserahkan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta Convention Center pada Kamis (22/1). Kategori diploma dan mahasiswa, penghargaan Wirausaha Mandiri 2010 diberikan kepada Muhammad Asmui (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) dan Ridwan Abadi (Universitas Brawijaya, Malang) di kategori Boga.
Fauzan Hangriawan (Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta) dan Andi Arham Benyamin (Universitas Hasanuddin, Makassar) di kategori industri dan jasa,serta Dewi Tanjung Sari (IKIP Budiutomo, Surabaya) dan Alvin (Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta) di kategori kreatif. Pada kategori mahasiswa, Evi Marlina (Universitas Jambi, Jambi) terpilih sebagai penerima penghargaan Wirausaha Terinovatif.
Di Kelompok pascasarjana dan alumni, penghargaan Wirausaha Mandiri diberikan kepada Rosnendya Wisnu Wardhana (Universitas Batam, Batam) dan Fajar Handika (Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta) di kategori boga.Ahmad Abdul Hadi (Unsgawati, Cirebon) dan MGS Syaiful Fadli (Universitas Sriwijaya, Palembang) di kategori industri dan jasa, serta Achmad Rofiq (ITS, Surabaya) dan Surya Adhitama (ITB ) di kategori kreatif. Surya sekaligus menerima Penghargaan Wirausaha Terinovatif pada kelompok ini. * (Mah/Syam)

Oleh : Mahar Prastowo, Writerpreneur

No comments:

Post a Comment